Sabtu, 11 Agustus 2012

Telaah kurikulum fisika SMA:Laporan penelitian


LAPORAN PENELITIAN
TELAAH KURIKULUM FISIKA SMA
   
KELOMPOK 10
Nasharuddin
Fatma wati
Hartika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012

KATA PENGANTAR


             Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan  ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya
           Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini

         Laporan ini berisikan tentang  bagaimana penggunaan kurikulum  KTSP pada satu sekolah dan dalam hal ini kami melakukan penelitian di MAN 1 Makassar
          Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan penelitian kami ini.


                                          Makassar,28 mei 2012

                                          


DAFTAR ISI

  Halaman judul…………………………………………………………………………….
   Kata pengantar……………………………………………………………………………
   Daftar isi………………………………………………………………………………….
   Bab 1 Pendahuluan
a.    Latar Belakang…………………………………………………………………..
   Bab 2 Hasil Penelitian   
a.    Hasil Wawancara……………………………………………………………………….
b.    Pembahasan………………………………………………………………………
   Bab 3 Penutup
a.    Kesimpulan………………………………………………………………………..
b.    Saran
c.    Lampiran-lampiran………………………………………………………………..
  



BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ada Tiga pilar pendidikan berbasis karakter sebagai pijakannya. Ketiga pilar itu memadukan potensi dasar anak yang selanjutnya bisa dikembangkan. Pilar pertama, membangun watak, kepribadian atau moral. Pilar kedua, mengembangkan kecerdasan majemuk. Pilar ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Ketiga pilar tersebut ditampilkan dalam “rumah karakter” sebagai bangunan pendidikan berbasis karakter yang meliputi pondasi, tiang, dan atap. Agar ketiga pilar itu kokoh dan berjalan dengan baik, maka perlu ada kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.

            Pilar pertama mengacu pada perilaku (akhlak) yang mulia, misalnya yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Beliau menjadi model atau idola perilaku mulia anak didik, guru, dan orangtua. Pilar kedua mengacu pada prinsip bahwa semua anak itu cerdas. Setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda (multiple intelligence) seperti ditawarkan oleh Prof. Howard Gardner. Kecerdasan masing-masing itulah yang dikembangkan. Ada anak yang cerdas musik, cerdas logik-matematik, cerdas visual-spasial, cerdas kinestetik, cerdas linguistik, cerdas interpersonal, cerdas intrapersonal, dan cerdas natural. Pilar ketiga mengacu pada proses pembelajaran yang bermakna, yaitu yang memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian anak.
Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Mengapa? Karena, apalah jadinya jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua, atau sebaliknya.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.   
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu jug memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.


Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
.


BAB 2
HASIL PENELITIAN
A.Hasil wawancara




Nama: Hj.Salmiah,S.Pd
Guru : kelas 2 mata pelajaran fisika
1.”kurikulum yang berlaku saat ini dalam pendidikan di Indonesia adalah KTSP berkarakter,nah bagaimana pendapat ibu akan hal ini?”
“KTSP berkarakter pada hampir sama dengan kurikulum sebelumnya,kan begini kemarin itu KTSP nah sekarang sama ji sebenarnya tinggal ditambahkan berkarakter ,artinya nak pendidikan di Indonesia ini harus mendidik lagi karakter anak sekolah di Indonesia.sebenarnya tanpa adanya karakter sekolah dari dulu sudah membina karakter anak anak,tapi itu
Tapi pendidikan karakter tidak hanya sekolah ini kan,tapi peranan orang tua dan lingkungan sangat jauh mendukung juga”.
2.”Kurikulum di sekolah ini adalah kurikulum MAN 1Makassar yang mengacu pada KTSP berkarakter ,bisa ibu deskripsikan sedikit tentang penerapannya dalam sekolah ini?”
“KTSP berkarakter di sekolah ini man 1 makassar yaitu menerapkan karakter islami dengan bidang studi lebih banyak bidang studi agama islam,,kalau man 1 itu pendidikan agamanya di bagi-bagi lagi nak seperti fiqih,aqidah akhlaq,SKI,Qur’an hadist,dan masih banyak lagi,inilah perbedaan antara man 1 dengan sekolah lainnya”
3.”Dalam kurikulum KTSP,dimana standar kompetensi dan kompetensi dasar pemerintah yang menyusun dan indikatornya diserahkan ke sekolah masing-masing untuk menyusunnya,bagaimana pendapat ibu?”
“menurut saya sangat baik karna sekolah di percaya untuk menyusun indikatornya,dan sebenarnya harus begitu karena kita harus lihat kondisi sekolah itu sangat berbeda,dalam segi fasilitas dan lingkungannya”
4.”Apakah penerapan KTSP berkarakter sudah berhasil diterapkan dalam sekolah ini?”
“menurut saya hampir berhasil”
5.”Dalam penyusunan indikator,apakah ibu terlibat dalam penyusunan indikator untuk kurikulum di sekolah ini?”
“Kalau saya terlibat dalam menyusun indikator mata pelajaran fisika untuk di man 1 makassar”
6.”Seberapa jauh ibu terlibat dalam penyusunan indikator di sekolah ini?”
“ya cuma menyusun indikator khusus mata pelajaran fisika saja toh dan sering ikut MGMP”
7.”Dalam penyusunan kurikulum di sekolah ini utamanya bidang studi fisika,bagaimana ibu menyusun alokasi waktunya?”
“berdasarkan kalender pendidikan yang telah di tetapkan”
8.Apakah alokasi waktu yang ibu buat sesuai penerapannya saat pembelajaran?
“Ada yang sesuia dan ada yang tidak”
9.Apakah ibu pernah mendengar menyusun alokasi waktu dengan analisis Delphi?
“tidak pernah? Yang bagaimana itu?”



B.Pembahasan

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
KTSP dengan KTSP berkarakter pada intinya sama,tapi yang yang membedakan antara keduanya adalah berkarakternya.jadi kurikulum saat ini juga sangat menekankan pembinaan karakter peserta didik,tapi sebenarnya dari dulu bahkan sebelum kurikulum ini diterapkan sudah lama sekolah membina karakter dari peserta didik,misalnya di MAN 1 makassar,karakternya agama islam.dan tidak hanya sekolah yang harus membina karakter siswa tapi orang tua dan lingkungannya juga harus mendukung,karena sebenarnya Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Mengapa? Karena, apalah jadinya jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua, atau sebaliknya.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

Sebenarnya sudah sejak lama MAN 1 Makassar menerapkan bimbingan karakter peserta didik,dan tidak hanya sekolah ini bahkan sekolah lain pun telah menerapkanny karakter tapi antara sekolah lain dengan sekolah ini adalah bimbingan karakter siswa sangat berbeda,misalnya di MAN 1 Makassar menerapkan karakter agama islam terbukti dengan banyaknya mata pelajaran agama islam yang dilebur menjadi beberapa bagian misalnya SKI,Qur’an hadist,aqidah akhlak,fiqih dan masih banyak lagi
Didalam KTSP berkarakter ini menurut ibu salmiah katanya sistemnya sudah sangat baik,dimana SK dan KD pemerintah yang menentukannya dan selebihnya dipercaya ke sekolah untuk menyusun indikatornya nah cara ini sangat tepat karena dengan diberikannya kepercayaan ke sekolah dalam menyusun indikator,sekolah dapat menentukannya sesuai dengan keadaan sekolah baik dalam segi lingkungan dan fasilitas.karena jika indikator semua harus sama maka kebanyakan sekolah dengan fasilitas kurang memadai serta lingkungan yang kurang mendukung,maka sekolah tersebut tidak akan mencapai indikator yang telah ditetapkan
Dalam penyusunan indikator di MAN 1 Makassar khususnya mata pelajaran fisika itu,guru fisika terlibat dalam penyusunannya artinya guru fisika dipercaya dalam menyusun indikator khusus mata pelajaran fisika,kemudian dalam menyusun kurikulum sekolah raa-rata guru fisika di sekolah ini menentukan alokasi waktunya berdasarkan kalender pendidikan.setelah kami menyebutkan kata analisis delpi dalam menyusun alokasi waktu semua guru fisika di sekolah ini baru mendengarkannya,ternyata meraka merespon tentang apa yang kami berikan tentang menyusun alokasi waktu dengan analisis delpi bahkan mereka ingin diajarkan cara penerapannya serta mereka  meminta filenya



BAB 3
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari hasil penelitian kami dapat disimpulkan bahwa
Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Mengapa? Karena, apalah jadinya jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua, atau sebaliknya. KTSP dengan KTSP berkarakter pada intinya sama,tapi yang yang membedakan antara keduanya adalah berkarakternya.jadi kurikulum saat ini juga sangat menekankan pembinaan karakter peserta didik. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakterDalam penyusunan indikator di MAN 1 Makassar khususnya mata pelajaran fisika itu,guru fisika terlibat dalam penyusunannya artinya guru fisika dipercaya dalam menyusun indikator khusus mata pelajaran fisika.Ternyata masih banyak guru belum mengetahui tehnik analisis delpi dalam menyusun  indikator
B.Saran
 Perlu tindak lanjut agar analisis delpi dalam menentukan alokasi waktu dapat semakin dikenal dalam kalangan guru


 Lampiran-lampiran(Dokumentasi-dokumentasi)




                                                                     dari kiri ke kanan:
                                                   fatmawati,ibu hj.salmiah,hartika,nasharuddin


foto bersama setelah wawancara bersama ibu hj salmiah,salah satu guru fisika di MAN 1Makassar










0 komentar:

Posting Komentar