Sabtu, 11 Agustus 2012

Telaah kurikulum fisika SMA:Laporan penelitian





LAPORAN PENELITIAN
TELAAH KURIKULUM FISIKA SMA
   

KELOMPOK 2
Muh.Jusman
Muh.Ikram.Ramadhan



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012


KATA PENGANTAR


             Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan  ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya
           Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini

         Laporan ini berisikan tentang  bagaimana penggunaan kurikulum  KTSP pada satu sekolah dan dalam hal ini kami melakukan penelitian di MAN 1 Makassar
          Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan penelitian kami ini.


                                          Makassar,31 mei 2012

                                           (penulis)










DAFTAR ISI

  Halaman judul…………………………………………………………………………….
   Kata pengantar……………………………………………………………………………
   Daftar isi………………………………………………………………………………….
   Bab 1 Pendahuluan
a.    Latar Belakang…………………………………………………………………..
   Bab 2 Hasil Penelitian   
a.    Hasil Wawancara……………………………………………………………………….
b.    Pembahasan………………………………………………………………………
   Bab 3 Penutup
a.    Kesimpulan………………………………………………………………………..
b.    Saran
c.    Lampiran-lampiran………………………………………………………………..
  










BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ada berbagai pertanyaan yang muncul saat kita melihat tawuran pelajar atau mahasiswa. Salah satunya adalah, kenapa orang yang berpendidikan kok malah melakukan tindakan yang tidak terdidik? Apa yang salah dengan pendidikan? Jika ada yang salah dengan pendidikan kita, lalu apa solusinya?
Berbagai seminar, kajian, lokakarya, dan penelitian pun dilakukan oleh para pakar untuk menjawab persoalan tersebut. Berbagai pandangan masyarakat umum pun mengemuka. Benang merah yang dapat ditarik dari persoalan tersebut: karena pendidikan mengutamakan angka-angka akademis semata dan meninggalkan akhlak.
Selain itu, juga tidak adanya sinergisitas antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di keluarga. Pendidikan sekolah hanya terjadi di ruang-ruang kelas. Dan selain ruang kelas dirasa bukan ruang pendidikan, akhirnya, pendidikan hanya menempati “pojok” masyarakat kita dan tidak holistik. Pendidikan hanya mengejar angka dan semata menjadi tanggung jawab sekolah. Orangtua yang “memiliki” anak dan hampir 24 jam berinteraksi dengan anaknya, banyak yang merasa tidak perlu mendidiknya di rumah. Benarkah demikian?
Menyadari hal tersebut, dunia pendidikan akhir-akhir ini menyuarakan pendidikan karakter. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh pun menyampaikan bahwa Presiden SBY mencanangkan Pendidikan Berbasis Karakter pada 2 Mei 2010. Menyambut itu, penerbit Jaring Pena telah menerbitkan buku Pendidikan Berbasis Karakter; Sinergi antara Sekolah dan Rumah dalam Membentuk Karakter Anak. 
Tiga pilar pendidikan berbasis karakter sebagai pijakannya. Ketiga pilar itu memadukan potensi dasar anak yang selanjutnya bisa dikembangkan. Pilar pertama, membangun watak, kepribadian atau moral. Pilar kedua, mengembangkan kecerdasan majemuk. Pilar ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Ketiga pilar tersebut ditampilkan dalam “rumah karakter” sebagai bangunan pendidikan berbasis karakter yang meliputi pondasi, tiang, dan atap. Agar ketiga pilar itu kokoh dan berjalan dengan baik, maka perlu ada kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.
Pilar pertama mengacu pada perilaku (akhlak) yang mulia, misalnya yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Beliau menjadi model atau idola perilaku mulia anak didik, guru, dan orangtua. Pilar kedua mengacu pada prinsip bahwa semua anak itu cerdas. Setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda (multiple intelligence) seperti ditawarkan oleh Prof. Howard Gardner. Kecerdasan masing-masing itulah yang dikembangkan. Ada anak yang cerdas musik, cerdas logik-matematik, cerdas visual-spasial, cerdas kinestetik, cerdas linguistik, cerdas interpersonal, cerdas intrapersonal, dan cerdas natural. Pilar ketiga mengacu pada proses pembelajaran yang bermakna, yaitu yang memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian anak.
Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Mengapa? Karena, apalah jadinya jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua, atau sebaliknya.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu jug memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.























BAB 2
HASIL PENELITIAN
A.Hasil wawancara
 Inilah hasil wawancara kami dengan guru fisika kelas 3 MAN 1 Makassar
Nama: Hj.Izzatul mubarakh,M.Pd
Guru : fisika kelas 3
1.”kurikulum yang berlaku saat ini dalam pendidikan di Indonesia adalah KTSP berkarakter,nah bagaimana pendapat ibu akan hal ini?”
“Sebenarnya gini nak,KTSP berkarakter pada intinya sama dengan kurikulum sebelumnya,kan begini kemarin itu KTSP nah sekarang sama ji sebenarnya tinggal ditambahkan berkarakter jadi pembedanya itu Cuma karakternya,artinya nak pendidikan di Indonesia ini harus mendidik lagi karakter anak sekolah di Indonesia.sebenarnya tanpa adanya karakter sekolah dari dulu sudah membina karakter anak anak,tapi itu hanya beberapa persen saja,nah yang punya peranan penting dalam urusan membina karakter siswa yaitu orang tua dan lingkunga tempat anak bersosialisasi,
Sebenarnya juga nak sekolah dari dulu juga membina karakter siswa,nah di MAN 1 ini punya karakter khusus yaitu karakter islami,jadi antar beberapak sekolah punya karakter yang berbeda toh…..jadi intinya disini nak KTSP berkarakter hampirji sama dengan kurikulum sebelumnya”.
2.”Kurikulum di sekolah ini adalah kurikulum MAN 1Makassar yang mengacu pada KTSP berkarakter ,bisa ibu deskripsikan sedikit tentang penerapannya dalam sekolah ini?”
“sama tadi saya katakan nak KTSP berkarakter di sekolah ini man 1 makassar yaitu menerapkan karakter islami dengan bidang studi lebih banyak bidang studi agama islam,dan itu tidak sama dengan sekolah lain,kalau sekolah lain itu Cuma mengenal pendidikan agam,kalau man 1 itu pendidikan agamanya di leburkan nak seperti fiqih,aqidah akhlaq,SKI,Qur’an hadist,dan masih banyak lagi”
3.”Dalam kurikulum KTSP,dimana standar kompetensi dan kompetensi dasar pemerintah yang menyusun dan indikatornya diserahkan ke sekolah masing-masing untuk menyusunnya,bagaimana pendapat ibu?”
“saya rasa sangat baik karna sekolah di percaya untu menyusun indikatornya,dan sebenarnya harus begitu karena kita harus lihat kondisi sekolah itu sangat berbeda,dalam segi fasilitas contohnya….,semua sekolah sangat berbeda fasilitas misalnya sman17 makassar berbeda fasilitanya dengan man1 makassar nah kalau pemerintah menyusun indikator,sekolahyang fasilitasnya kurang bisa-bisa tidak mencapai indikator yang diharapkan,mungkin salah satu contohnya banyaknya siswa yang tidak lulus UN”
4.”Apakah penerapan KTSP berkarakter sudah berhasil diterapkan dalam sekolah ini?”
“Sudah di terapkan tapi tidak bisa juga di katakan nak berhasil,tergantung siswanya,orang tua juga dan lingkungannya”
5.”Dalam penyusunan indikator,apakah ibu terlibat dalam penyusunan indikator untuk kurikulum di sekolah ini?”
“iya”
6.”Seberapa jauh ibu terlibat dalam penyusunan indikator di sekolah ini?”
“ya cuma menyusun indikator khusus mata pelajaran fisika saja toh”
7.”Dalam penyusunan kurikulum di sekolah ini utamanya bidang studi fisika,bagaimana ibu menyusun alokasi waktunya?”
“lihat dari kalender pendidikan saja nak”
8.Apakah alokasi waktu yang ibu buat sesuai penerapannya saat pembelajaran?
ya…..terkadang ji nah…….biasa sesuai biasa tidak”
9.Apakah ibu pernah mendengar menyusun alokasi waktu dengan analisis Delphi?
“tidak pernah………yang bagaimana itu nak?
“Coba kamu jelaskan nak?”











B.Pembahasan

Dari hasil wawancara kami dengan ibu hj izzatul mubarakh,dapat kami jelaskan yaitu antara KTSP dengan KTSP berkarakter pada intinya sama,tapi yang yang membedakan antara keduanya adalah berkarakternya.jadi kurikulum saat ini juga sangat menekankan pembinaan karakter peserta didik,tapi sebenarnya dari dulu bahkan sebelum kurikulum ini diterapkan sudah lama sekolah membina karakter dari peserta didik,misalnya di MAN 1 makassar,karakternya agama islam.dan tidak hanya sekolah yang harus membina karakter siswa tapi orang tua dan lingkungannya juga harus mendukung,karena sebenarnya Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Mengapa? Karena, apalah jadinya jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua, atau sebaliknya.
Sebenarnya sudah sejak lama MAN 1 Makassar menerapkan bimbingan karakter peserta didik,dan tidak hanya sekolah ini bahkan sekolah lain pun telah menerapkanny karakter tapi antara sekolah lain dengan sekolah ini adalah bimbingan karakter siswa sangat berbeda,misalnya di MAN 1 Makassar menerapkan karakter agama islam terbukti dengan banyaknya mata pelajaran agama islam yang dilebur menjadi beberapa bagian misalnya SKI,Qur’an hadist,aqidah akhlak,fiqih dan masih banyak lagi
Didalam KTSP berkarakter ini menurut ibu izzatul mubarakh katanya sistemnya sudah sangat baik,dimana SK dan KD pemerintah yang menentukannya dan selebihnya dipercaya ke sekolah untuk menyusun indikatornya nah cara ini sangat tepat karena dengan diberikannya kepercayaan ke sekolah dalam menyusun indikator,sekolah dapat menentukannya sesuai dengan keadaan sekolah baik dalam segi lingkungan dan fasilitas.karena jika indikator semua harus sama maka kebanyakan sekolah dengan fasilitas kurang memadai serta lingkungan yang kurang mendukung,maka sekolah tersebut tidak akan mencapai indikator yang telah ditetapkan
Dalam penyusunan indikator di MAN 1 Makassar khususnya mata pelajaran fisika itu,guru fisika terlibat dalam penyusunannya artinya guru fisika dipercaya dalam menyusun indikator khusus mata pelajaran fisika,kemudian dalam menyusun kurikulum sekolah raa-rata guru fisika di sekolah ini menentukan alokasi waktunya berdasarkan kalender pendidikan.setelah kami menyebutkan kata analisis delpi dalam menyusun alokasi waktu semua guru fisika di sekolah ini baru mendengarkannya,ternyata meraka merespon tentang apa yang kami berikan tentang menyusun alokasi waktu dengan analisis delpi bahkan mereka ingin diajarkan cara penerapannya serta mereka  meminta filenya



BAB 3
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari hasil penelitian kami dapat disimpulkan bahwa
KTSP dengan KTSP berkarakter pada intinya sama,tapi yang yang membedakan antara keduanya adalah berkarakternya.jadi kurikulum saat ini juga sangat menekankan pembinaan karakter peserta didik
    Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter
    Dalam penyusunan indikator di MAN 1 Makassar khususnya mata pelajaran fisika itu,guru fisika terlibat dalam penyusunannya artinya guru fisika dipercaya dalam menyusun indikator khusus mata pelajaran fisika
    Ternyata masih banyak guru belum mengetahui tehnik analisis delpi dalam menyusun  indikator
B.Saran
 Perlunya diberikan seminar-seminar tentang analisis delpi agar guru di sekolah ini menerapkannya dalam menentukan alokasi waktu





















0 komentar:

Posting Komentar