Selasa, 05 Juni 2012

makalah sejarah fisika









Tugas Kelompok 3
Kelas : VI.B
PERKEMBANGAN FILSAFAT
&
 SAINS ABAD KE-20


Logo Unismuh Warna11111

     








Oleh :

NUZUL
ANDI EVIANA
JUMRIAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
 



 
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan sains tidak terlepas dari perkembangan teknologi, politik ekonomi, sosial dan filsafat di masyarakat. Demikian juga perkembangan sains pada abad ke-20. Sejarah mencatat terjadi perubahan yang besar pada abad ke dua puluh ini. Semua perubahan tersebut berkembang dari filsafat yang dianut oleh hampir di seluruh dunia di masa sebelumnya. 

 
Filsafat rasionalisme pada massa sebelum abad ke 20 telah mempengaruhi jiwa manusia menjadi pendewa rasio. Antara hati dan akal manusia yang tidak bertemu pada waktu itu telah menciptakan krisis multidimensional. Pada abad ini tercatat krisis yang luar biasa akibat dari sain dan teknologi yang dikembangkan manusia pendewa rasio. Diantaranya bencana nuklir, perang dunia, kelaparan, penyebaran penyakit dan sebaginya. Tetapi tidak jarang penemuan sains dan teknologi juga memberikan solusi bagi krisis tersebut. Pada makalah ini kami mencoba untuk menyajikan tinjuan perkembangan sains abad ke-20 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Banyaknya materi yang harus disampaikan maka kami membetasi pada perkembangan sains biologi, kimia dan biokimia.
BAB II
PERKEMBANGAN SAINS

A. TINJAUAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ABAD KE-20
Filsafat yang berkembang sebelum abad ke-20 adalah rasionalisme yang sangat mendewakan rasio. Ahmad Tafsir menyebut filsafat abad ke-20 adalah filsafat pasca modern karena periode waktunya setelah abad modern. Ciri khas filsafat pasca modern adalah kritik terhadap filsafat modern.
Nieztche adalah tokoh pertama yang menyatakan ketidakpuasannya terhadap dominasi atau pendewasaan rasio pada tahun 1880-an. Menurutnya budaya barat pada waktu tersebut telah berada di pinggir jurang kehancuran karena terlalu mendewasakan rasio dan pada tahun 1990-an Capra menyatakan bahwa budaya barat telah hancur juga karena mendewakan rasio. Oleh karena itu filsafat pada abad ke-20 berusaha untuk mendekonstruksi filsafat rasionalisme.
Bila hubungan antara hati dan akal telah diputuskan maka manusia akan memperoleh kenyataan bahwa pertanyaan tentang rumusan hidup ideal tidak akan pernah terjawab. Sikap mendewakan rasio mengakibatkan adanya kecenderungan untuk menyisihkan seluruh nilai dan norma yang berdasarkan agama dalam memandang kenyataan hidup. Mereka juga menolak adanya akhirat. Manusia terasing tanpa batas, kehilangan orientasi. Manusia dipacu oleh situasi mekanistik yang diciptakannya sendiri sehingga kehilangan waktu merenungkan hidupnya dan alam semesta.
Menurut Capra dalam Ahmad Tafsir menyatakan pada awal dua dasawarsa terakhir abad ke-20 kita menemukan diri kita dalam suatu krisis global yang serius yaitu suatu krisis kompleks dan multidimensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan kesehatan, kualitas lingkungan hidup, hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Hal ini dapat dilihat munculnya krisis-krisis kemanusian di berbagai belahan dunia. Kelaparan dan munculnya kaum borjuis, imperialsme, kemiskinan, kolonialisme dan perjuangan kemerdekaan, kelaparan penyebaran penyakit serta peledakan nuklir yang mengakibatkan puluhan juta manusia musnah merupakan gambaran nyata kondisi kejiwaan manusia saat itu.
Tiga dasawarsa terakhir menjelang berakhirnya abad ke-20, terjadi perkembangan baru yang mulai menyadari bahwa manusia selama ini salah dalam menjalani hidupnya. Di dunia ilmu muncul pandangan yang menggugat paradigma positivistik. Thomas Khun (1970) telah mengisaratkan adanya upaya pendobrakan tatkala ia mengatakan bahwa kebenaran ilmu bukanlah kebenaran sui generis (objektif).
Salah satu sebab heterogenitas filsafat abad kedua puluh adalah “profesionalisme” yang semakin besar. Kebanyakan filsuf abad kedua puluh merupakan spesialis-spesialis dalam matematika, fisika, psikologi, sosiologi dan ekonomi. Jelas bahwa titik pangkal yang khas ini juga membawa sutau cara berpikir yang khas dan suatu perhatian untuk masalah-masalah yang khas pula.
Pragmatisme
Pragmatisme diambil dari kata pragma (bahasa Yunani), yang berarti tindakan, perbuatan. Kata pragmatisme sering diucapkan orang-orang yang menyebutkan kata itu dalam pengertian praktis. Sebenarnya istilah pragmatisme lebih banyak berarti sebagai metode untuk memperjelas suatu konsep ketimbang sebagai suatu doktrin kefilsafatan. Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce, filosof Amerika yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode filsafat, tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates, Aristoteles.
Aliran pragmatisme timbul di Amerika dengan tokohnya yang terutama : William James dan John Deawey.
1. William James
Dalam bukunya The Meaning of Truth, James menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktek, ada yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Nilai konsep atau pertimbangan kita, tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya. Artinya tergantung pada keberhasilan perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar bila bermanfaat bagi pelakunya, memperkaya hidup dan kemungkinan-kemungkinannya. Menurut James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan.
2. John Deawey
Menurutnya, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran Metafisis yang tidak ada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Menurut John Deawey tidak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Maka dari itu berpikir tidak lain daripada alat (instrumen) untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metode induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu pengetahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan-persoalan sosial dan moral.

Filsafat Hidup
Henri Bergson (1859-1941). Menurut Bergson, hidup merupakan tenaga eksplosif yang telah ada sejak permulaan dunia. Kemudian terus berkembang dengan penentangan materi. Bergson meyakini adanya evaluasi yang dipandangnya sebagai suatu perkembangan yang menciptakan, yang meliputi semua kesadaran, semua hidup, semua kenyataan dimana di dalam perkembangannya senantiasa menciptakan bentuk-bentuk yang baru dengan menghasilkan kekayaan baru pula.
Filsafat Bergson disebut sebagai filsafat hidup, karena Bergson mendasarkan filsafatnya pada kenyataan bahwa yang ada adalah gerak, hidup, berubah terus. Filsafat Bergson merupakan perlawanan terhadap pandangan pada waktu itu (abad 19 dan permulaan abad 20) yang menaruh penghargaan yang berlebih-lebihan terhadap pengetahuan rasional. Bergson, filsafatnya kembali pada pemikiran Metafisis dan anti rasionalis, dan menciptakan filsafat intuisi. Fungsi intuisi ialah untuk mengenal hakekat pribadi dengan lebih murni dan dapat mengenali seluruh hakekat kenyataan. Hakekat kenyataan baik dari pribadi maupun dari seluruh kenyataan oleh intuisi dilihat sebagai “kelangsungan murni” atau “masa murni”.
Intuisi yang dimaksudkan Bergson, lain dari perasaan perseorangan atau sentimen. Baginya filosof bukanlah seorang sentimentalis, bukanlah orang perasaan, melainkan seorang ahli pikir yang intuitif.
Fenomenologi
Edmund Husserl (1859-1938) adalah pelopor filsafat fenomenologi yang sangat berpengaruh. Fenomenologi adalah suatu filsafat yang menggunakan suatu metode fenomenologi dalam usahanya memahami suatu kenyataan. Bahwa dalam menghadapi suatu kenyataan kita menjumpai gejala-gejala (fenomena) yang belum tentu bahwa pengertian kita tentang sesuatu itu betul sama sekali
Dari analisis filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui budaya barat disusun dengan menggunakan paradigma tunggal yaitu paradigma sains. (scientific paragidm). Untuk mengembangkan budaya sains paradigma ini sangat sesuai dan memadai tetapi untuk mengembangkan budaya dalam bidang seni dan etika paradigma ini tidak memadai. Paradigma sains hanya memandang dunia dari segi-segi empiriknya saja.
Dunia Barat abad kedua puluh berbeda sekali dengan abad kesembilan belas. Bukan saja karena semua perubahan teknis dan ekonomis serta kedua perang dunia yang menghancurkan banyak negara, melainkan juga karena gaya hidup, bentuk seni, jenis musik dan cara berpikir sama sekali berbeda.
Sering dikatakan bahwa dalam pemikiran abad kedua puluh, heterogenitas dan kuantitas aliran-aliran lebih menonjol daripada kualitas mereka. Jumlah aliran dan perselisihan pendapat memang besar, tetapi di tengah semua kekacauan masih tetap menonjol beberapa pemikir yang penting.
Adapun usaha untuk mencapai hakekat segala sesuatu itu dengan jalan reduksi (penyaringan). Husserl mengemukakan tiga macam reduksi atau penyaringan, yaitu :
1. Reduksi Fenomenologis
Di dalam reduksi fenomenologis, kita harus melakukan penyaringan terhadap semua pengalaman-pengalaman kita, dengan maksud agar mendapatkan fenomena yang semurni-murninya. Telah dikemukakan, bahwa barang-barang yang nampak kepada kita, yang lebih kita pentingkan ialah apa yang menampakkan diri yang segera kita anggap sebagai realitas di luar kita. Fenomena atau gejala yang menyodorkan diri sebagai hal yang nyata ada itu tidak boleh kita terima begitu saja. Keputusan itu harus ditangguhkan terlebih dahulu atau ditempatkan di antara tanda kurung dahulu. Sesudah itu harus memandang atau menilik apa yang kita alam di alam kesadaran kita. Kalau tindakan ini berhasil kita akan menemukan phenomenon atau gejala yang sebenarnya kita dengan demikian mengenal gejala dalam dirinya sendiri.
2. Reduksi Eidetis
Yaitu penyaringan atau penempatan dalam tanda kurung segala hal yang bukan eidos (intisari/hakekat gejala/fenomena). Kita melihat hakekat sesuatu. Inilah pengertian yang sejati.
3. Reduksi Transendental
Dalam reduksi transendental yang harus ditempatkan di antara tanda kurung ialah eksistensi dan segala sesuatu yang tidak ada hubungan timbal balik dengan kesadaran murni, agar dari obyek itu akhirnya orang sampai kepada apa yang ada pada subyek sendiri, dengan lain kata, metode fenomenologi itu diterapkan pada subyeknya sendiri dan kepada perbuatannya, kepada kesadaran yang murni.
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala kehidupan dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia. Kata eksistensi berasal dari kata ex (keluar) dan sistensi (berdiri, menempatkan). Jadi, eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya dan sibuk dengan dunia di luarnya.
Martin Heidegger (1905) dengan bukunya Sein Und Zeit (1927).
Menurutnya, persoalan berada hanya dapat dijawab melalui ontologi, artinya jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Metode untuk ini adalah metode fenomenologis. Jadi yang penting adalah menemukan arti berada itu. Satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah beradanya manusia. Keberadaan benda-benda terpisah dengan yang lain, sedang beradanya manusia, mengambil tempat di tengah-tengah dunia sekitarnya.
Keberadaan manusia adalah “berada di dalam dunia”. Maka ia dapat memberi tempat kepada benda-benda yang di sekitarnya, ia dapat bertemu dengan benda-benda itu dan dengan manusia-manusia lain dapat bergaul dan berkomunikasi dengan semuanya.
Menurut Heidegger, manusia tidak menciptakan dirinya sendiri, ia dilemparkan ke dalam keberadaan. Tetapi, walau manusia keberadaannya tidak mengadakan sendiri, bahkan merupakan keberadaan yang terlempar, manusia tetap harus bertanggungjawab atas keberadaannya itu. Di dalam hidup sehari-hari manusia bereksistensi, tidak yang sebenarnya. Manusia yang tidak memiliki eksistensi yang sebenarnya itu menghadapi hidup yang semu, hidupnya orang banyak. Ia tidak menyatukan hidupnya sebagai satu kesatuan. Dengan ketekunan mengikuti kata hatinya itulah cara bereksistensi yang sebenarnya guna mencapai eksistensi yang sebenarnya.
Jean Paul Sartre (1905- …)
Cukup lama ia menjadi pemikir paling populer di Eropa. Eksistensialisme-nya menjadi suatu gaya hidup. Bersama teman-temannya Sartre menerbitkan majalah Les Temps Modernes (Jaman Modern) yang menjadi corong bicara filsafat eksistensialistis, dan sekaligus dari suatu orientasi politik dan kultural.
Dialah yang menyebabkan eksistensialisme menjadi tersebar, bahkan menjadi semacam mode, sekalipun pendiri eksistensialisme bukan dia, melainkan Soren Aabye Kierkegaard. Ia mengajarkan bahwa yang ada ialah “akal individual”. Ia telah memperkenalkan istilah eksistensi yang memegang peranan penting dalam filsafat abad ke-20. Pandangan tentang pentingnya arti manusia sebagai pribadi inilah yang menjadi intisari filsafat yang dikembangkan oleh Sartre dalam nama eksistensinya.
Bagi Sartre, segala berada secara ini, “segala berada” dalam diri (I’efre en soi) adalah memuakkan (nauseant). Benda-bend yang berada demikian, kalau kita tidak memberikan arti apa-apa, dalam keadaannya sendiri, nampak memuakkan. Adapun yang termasuk “berada untuk dirinya sendiri” (I’efre pour soi) adalah berada yang dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia mempunyai hubungan dengan keberadaannya, ia bertanggungjawab atas fakta bahwa ia ada.
Eksistensi walaupun kebebasan, namun tergantung juga kepada hal yang lain. Sebab sekali kita bebas di dalam pemilihan, kita terikat pada pemilihan itu, serta harus berbuat serta memikul akibat perbuatan itu. Maka tidak ada kebebasan yang mutlak. Kita bebas, tetapi justru itulah kecemasan kita.
Gabriel Marcel (1889-1973).
Bukunya yang bersifat eksistensialis Exsistence et Obyektivite (1924). Dalam filsafatnya ia menyatakan, bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama dengan orang lain. Tetapi manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Ia selalu dalam situasi yang ditentukan oleh kejasmaniannya. Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya, tetapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya.
Manusia bukanlah makhluk yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses). Ia selalu menghadapi obyek yang harus diusahakan seperti yang tampak dalam hubungannya dengan orang lain. Perjalanan manusia ternyata akan berakhir pada kematian, pada yang tidak ada. Perjuangan manusia sebenarnya terjadi di daerah perbatasan antara “berada” dan “tidak berada”. Maka manusia menjadi gelisah, menjadi putus asa dan takut kepada kematian. Tapi sebesarnya kemenangan kematian hanyalah semu saja, sebab hanya cinta kasih dan kesetiaan itulah yang memberi harapan guna mengatasi kematian. Di dalam cinta kasih dan kesetiaan ada kepastian, bahwa ada engkau yang tidak dapat mati. Harapan itulah yang menembus kematian. Adanya harapan menunjukkan, bahwa kemenangan kematian adalah semu.
Ajaran tentang harapan ini menjadi puncak ajaran Marcel. Harapan ini menunjuk adanya “Engkau Yang Tertinggi” (Toi Supreme), yang tidak dapat dijadikan obyek manusia.
B. TINJAUAN PERKEMBANGAN SAINS PADA ABAD KE-20
Perkembangan sains di abad ke-20 sangat pesat. Tahun 1896, terdapat sekitar 50.000 orang yang melaksanakan tradisi sains dan tidak lebih dari 15.000 orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan dalam bidang sains. Enam puluh enam tahun kemudian yaitu di abad ke-20 setidaknya ada satu juta orang yang bekerja sebagai peneliti sains. Jumlah total seluruhnya termasuk yang bekerja di bidang industri, pemerintahan, dan pendidikan tidak dapat ditentukan secara akurat tetapi lebih dari dua juta orang yang terlibat dalam penelitian sains. (Bernald. 1981:714).
Perkembangan sains bukan hanya dalam jumlah orang yang terlibat, tetapi karakter sains dalam hubungannya dengan masyarakat pun berubah. Sains dalam pertumbuhannya tergantung pada industri dan pemerintah. Bahkan mulai memasuki dunia institusi pengajaran dan militer.
Ciri nyata lainnya dari trasnformasi ini adalah lokasi geografis. Tahun 1896 seluruh praktek sains dunia terpusat di Jerman, Inggris dan Prancis. Sisanya di Amerika dan Eropa dan hanya sedikit di Asia dan Africa. Tahun 1954, ketika sains di Jerman, Inggris, dan Prancis sangat berkembang meskipun tidak merata, pertumbuhannya jauh melebihi pertumbuhan sains di Amerika dan Uni soviet. Jepang dan India membuat kontribusi yang mendasar terhadap perkembangan sains dunia sejak permulaan abad ke-20. Kemerdekaan China menambah dimensi baru terhadap bangunan sains. Pola ini kemudian menyebar ke negara-asia lainnya seperti korean, vietnam, dan Indonesia.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sains abad ke dua puluh berkembang hampir di seluruh belahan dunia.
      Perkembangan sains tidak terlepas dari perkembngan peradaban manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk filsafat di masyarakat. Sejarah mencatat pada abad ke 20 ini terjadi perubahan besar. Semua perubahan tersebut berkembang dari filsafat yang dianut oleh manusia hampir diseluruh dunia dimasa sebelumnya. Ilmu pengetahuan merupakan suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistematik, logis, dan konsisten. Tujuan luhur ilmu pengetahuan untuk menyejahterakan umat manusia. Ilmu pengetahuan mendorong teknologi, teknologi mendorong penelitian, penelitian menghasilkan ilmu pengetahuan baru, ilmu pengetahuan baru mendorong teknologi baru, perkembangan ilmu pengetahuan akan mendorong kemajuan teknologi, teknologi yang berkembangpun akhirnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
       Segala perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tidak terlepas dari kehidupan masa lalu. Ternyata apa yang kita kenal pada jaman sekarang ini sudah digunakan atau dipraktekan pada ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. India dan Cina adalah salah satu promotor dari proses penemuan baru dan dampaknya adalah bahwa penemuan baru tersebut banyak digunakan dalam berbagai disiplin ilmu tertentu. Sebut saja Fisika dan Kimia. Oleh karena itu, ilmu fisika dan kimiapun sampai saat ini tidak akan pernah lepas dari apa yang terjadi pada jaman dahulu terutama yang berkaitan dengan sains.
Budaya penelitian fisika berbeda dengan ilmu lainnya karena adanya pemisahan teori dan eksperimen. Sejak abad kedua puluh, kebanyakan fisikawan perseorangan mengkhususkan diri meneliti dalam fisika teoritis atau fisika eksperimental saja, dan pada abad kedua puluh, sedikit saja yang berhasil dalam kedua bidang tersebut. Sebaliknya, hampir semua teoris dalam biologi dan kimia juga merupakan eksperimentalis yang sukses.
Teoris berusaha mengembangkan teori yang dapat menjelaskan hasil eksperimen yang telah dicoba dan dapat memperkirakan hasil eksperimen yang akan datang. Sementara itu, eksperimentalis menyusun dan melaksanakan eksperimen untuk menguji perkiraan teoretis. Meskipun teori dan eksperimen dikembangkan secara terpisah, mereka saling bergantung. Kemajuan dalam fisika biasanya muncul ketika eksperimentalis membuat penemuan yang tak dapat dijelaska teori yang ada, sehingga mengharuskan dirumuskannya teori-teori baru. Tanpa eksperimen, penelitian teoretis sering berjalan ke arah yang salah; salah satu contohnya adalah teori-M, teori populer dalam fisika energi-tinggi, karena eksperimen untuk mengujinya belum pernah disusun.
Meskipun fisika membahas beraneka ragam sistem, ada beberapa teori yang digunakan secara keseluruhan dalam fisika, bukan di satu bidang saja. Setiap teori ini diyakini benar adanya, dalam wilayah kesahihan tertentu. Contohnya, teori mekanika klasik dapat menjelaskan pergerakan benda dengan tepat, asalkan benda ini lebih besar daripada atom dan bergerak dengan kecepatan jauh lebih lambat daripada kecepatan cahaya. Teori-teori ini masih terus diteliti; contohnya, aspek mengagumkan dari mekanika klasik yang dikenal sebagai teori chaos ditemukan pada abad kedua puluh, tiga abad setelah dirumuskan oleh Isaac Newton. Namun, hanya sedikit fisikawan yang menganggap teori-teori dasar ini menyimpang. Oleh karena itu, teori-teori tersebut digunakan sebagai dasar penelitian menuju topik yang lebih khusus, dan semua pelaku fisika, apa pun spesialisasinya, diharapkan memahami teori-teori tersebut.
Riset dalam fisika dibagi beberapa bidang yang mempelajari aspek yang berbeda dari dunia materi. Fisika benda kondensi, diperkirakan sebagai bidang fisika terbesar, mempelajari properti benda besar, seperti benda padat dan cairan yang kita temui setiap hari, yang berasal dari properti dan interaksi mutual dari atom. Bidang Fisika atomik, molekul, dan optik berhadapan dengan individual atom dan molekul, dan cara mereka menyerap dan mengeluarkan cahaya. Bidang Fisika partikel, juga dikenal sebagai "Fisika energi-tinggi", mempelajari property partikel super kecil yang jauh lebih kecil dari atom, termasuk partikel dasar yang membentuk benda lainnya. Terakhir, bidang Astrofisika menerapkan hukum fisika untuk menjelaskan fenomena astronomi, berkisar dari matahari dan objek lainnya dalam tata surya ke jagad raya secara keseluruhan.
Riset fisika mengalami kemajuan konstan dalam banyak bidang, dan masih akan tetap begitu jauh di masa depan.
Dalam fisika benda kondensi, masalah teoritis tak terpecahkan terbesar adalah penjelasan superkonduktivitas suhu-tinggi. Banyak usaha dilakukan untuk membuat spintronik dan komputer kuantum bekerja.
Dalam fisika partikel, potongan pertama dari bukti eksperimen untuk fisika di luar Model Standar telah mulai menghasilkan. Yang paling terkenal adalah penunjukan bahwa neutrino memiliki massa bukan-nol. Hasil eksperimen ini nampaknya telah menyelesaikan masalah solar neutrino yang telah berdirilama dalam fisika matahari. Fisika neutrino besar merupakan area riset eksperimen dan teori yang aktif. Dalam beberapa tahun ke depan, pemercepat partikel akan mulai meneliti skala energi dalam jangkauan TeV, yang di mana para eksperimentalis berharap untuk menemukan bukti untuk Higgs boson dan partikel supersimetri.
Para teori juga mencoba untuk menyatukan mekanika kuantum dan relativitas umum menjadi satu teori gravitasi kuantum, sebuah program yang telah berjalan selama setengah abad, dan masih belum menghasilkan buah. Kandidat atas berikutnya adalah Teori-M, teori superstring, dan gravitasi kuantum loop.
Banyak fenomena astronomikal dan kosmologikal belum dijelaskan secara memuaskan, termasuk keberadaan sinar kosmik energi ultra-tinggi, asimetri baryon, pemercepatan alam semesta dan percepatan putaran anomaly galaksi.
Meskipun banyak kemajuan telah dibuat dalam energi-tinggi, kuantum, dan fisika astronomikal, banyak fenomena sehari-hari lainnya, menyangkut system kompleks, chaos, atau turbulens masih dimengerti sedikit saja. Masalah rumit yang sepertinya dapat dipecahkan oleh aplikasi pandai dari dinamika dan mekanika, seperti pembentukan tumpukan pasir, "node" dalam air "trickling", teori katastrof, atau pengurutan-sendiri dalam koleksi heterogen yang bergetar masih tak terpecahkan. Fenomena rumit ini telah menerima perhatian yang semakin banyak sejak 1970-an untuk beberapa alasan, tidak lain dikarenakan kurangnya metode matematika modern dan komputer yang dapat menghitung sistem kompleks untuk dapat dimodelin dengan cara baru. Hubungan antar disiplin dari fisika kompleks juga telah meningkat, seperti dalam pelajaran turbulens dalam aerodinamika atau pengamatan pola pembentukan dalam system biologi.

 Tinjauan perkembangan biologi dan biokimia abad ke-20
Meskipun pada abad ke dua puluh usaha-usaha ilmiah dalam bidang biologi lebih kecil dari pada fisika (Bernald 1981:867), tetapi penemuan-penemuannya jauh lebih penting, tidak hanya karena berpengaruh terhadap kehidupan manusia dengan ditemukannya pengobatan baru dan nutrisi tetapi juga dalam hal pengetahuan kita tentang kehidupan alam.
Situasi biologi abad ke –20 analog dengan situasi kimia pada abad ke –19. Di bawah kenaikan permintaan industri terutama industri tekstil, kimia berubah dari ringkasan resep tradisional, dan teori flogiston yang berbau mistik ke disiplin praktis kuantitatif yang didukung oleh paduan teori matematika atomik. Akibatnya aktivitas kimia ini berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Sehingga dari pengalaman ini masalah lingkungan hidup dianggap sebagai masalah utama sains baik dalam teori maupn praktek. Akibat menyebarnya pertumbuhan imperialisme, industri baru yang dihubungkan dengan agrikultur, makanan dan obat-obatan berkembang. Hal inilah yang mendorong perkembangan biologi abad ke-20. Karena biologi diperlukan untuk kontrol efisiensi tindakan yang dapat direproduksi dari proses dan produk biologis.
Biokimia jauh lebih aplikatif terhadap masalah biologi daripada kimia. Biokimia berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri bukan hanya karena ruang lingkup pelaksanaannya berbeda, tetapi juga karena perbedaan metode kerjanya. Objek kajiannya tidak hanya untuk memeriksa struktur molekul yang ditemukan dalam struktur hidup tetapi juga termasuk seluruh bentuk reaksi baik reaksi pemisahan maupun reaksi penggabungan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraiau tersebut dapat disimpulkan bhwa abad ke-20 berkembang :
1.      Filsafat yang berkembang merupakan filsafat yang menentang filsafat rasionaslime
2.      Terbentuknya relasi sains dengan industri dan militer
3.      Perkembangan Sejarah dunia memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan sains biologi, kimia dan biokimia abad ke-20.
4.      Abad ke-20 dikenal sebagai Revolusi baru dan abad nuklir











DAFTAR PUSTAKA
Basori, A. Chairil, Filsafat, Semarang: IAIN Walisongo, 1985.
Hamersma, Harry, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: PT. Gramedia, 1992.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990.





0 komentar:

Posting Komentar